Pengantar Mingguan: 15 Agustus 2023
Tingginya Masalah Kekurangan Gizi Anak Indonesia
Di tengah naiknya angka kelebihan gizi, permasalahan kekurangan gizi pada anak di Indonesia masih banyak, diantaranya stunting, wasting dan underweight. Data Survey Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022 dibandingkan dengan tahun 2021 menunjukkan bahwa stunting mengalami penurunan, namun wasting dan underweight justru mengalami peningkatan.
Pesan Kunci WHO untuk Dukung Ibu Sukses Menyusui dan Bekerja
Bekerja dan menyusui bukanlah suatu pilihan. Keduanya bisa dilakukan dan memang seharusnya sangat diperjuangkan.Pekan ASI sedunia yang didukung oleh WHO, UNICEF, Kementrian Kesehatan RI, serta masyarakat sipil. Tema tahun ini yang mendungkung ibu bekerja untuk tetap menyusui merupakan peluang strategis untuk mengadvokasikan hak-hak pekerja yang penting untuk keberhasilan menyusui. Beberapa hak tersebut antara lain cuti melahirkan yang ideal untuk mendukung masa ASI eksklusif serta kebijakan pendukung ibu menyusui di tempat kerja.
Problematika Pemberian ASI pada Ibu Bekerja
Agustus memiliki makna besar di bidang kesehatan. Pada tanggal 1-7 Agustus dunia memperingati pekan ASI. Adanya pekan ini menunjukkan dukungan yang besar akan pentingnya ASI bagi bayi dimasa sekarang maupun dimasa mendatang. Setiap tahun, tema pekan ASI yang diangkat berbeda. Untuk tahun 2023 ini, tema internasional yang diangkat adalah “Enabling Breastfeeding: Making a Difference for Working Parents.” Di Indonesia sendiri Kementrian Kesehatan RI mengangkat tema berkaitan, yaitu “Dukung Ibu Bekerja untuk Terus Menyusui”. Dengan diadakannya pekan ASI ini, kita akan semakin menyadari betapa pemberian ASI pada bayi masih penuh dengan tantangan. Banyak sekali faktor yang mengakibatkan anak tidak dapat memberikan ASI eksklusif. Namun, salah satu faktor penyebabnya yang menyita perhatian adalah karena kondisi ibu yang bekerja.
Faktor Resiko Prenatal dan Perinatal terhadap Obesitas Anak Balita
Riset terkait obesitas pada anak semakin berkembang. Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa serangkaian kodisi prenatal dan perinatal berhubungan dengan resiko kelebihan berat badan. Pencegahan dan penanggulangan obesitas pada usia anak-anak harus benar-benar diupayakan. Hal ini dikarenakan kelebihan berat badan dan obesitas pada anak yang dibiarkan dapat berlanjut hingga dewasa. Faktor resiko prenatal dan perinatal harus semakin diperhatikan agar penanggulangan kelebihan berat badan dan obesitas di Indonesia menyentuh semua lini.
Makanan dan Lingkungan Indonesia Kian Obesogenik
Kondisi obesitas di Indonesia kian hari kian memprihatinkan. Kondisi ini diperparah dengan ketersediaan makanan dan kondisi lingkungan yang terus memicu kenaikan angka obesitas atau semakin obesogenik. Hal ini berarti lingkungan di Indonesia membuat makanan dan minuman yang mengandung tinggi garam, gula dan lemak (GGL) mudah tersedia dan terjangkau. Sementara kesempatan untuk mengakses alternatif yang lebih sehat dan gaya hidup lebih aktif semakin terbatas. UNICEF melakukan studi untuk menganalisis faktor resiko lingkungan obesogenik, diantaranya:
Weight Faltering Awal Kejadian Stunting
“Sering ditemui permasalahan, anak dengan berat badan yang naik tidak sesuai dengan target karena anak sering sakit. Sakit mengakibatkan anak sulit mencapai target berat badan. Di sisi lain, berat badan yang kurang juga mengakibatkan anak sering sakit. Kedua hal tersebut bagaikan lingkaran setan, sehingga perlu diputus.”
Proses anak yang normal menjadi stunting atau tubuh pendek tidak serta merta berjalan dalam waktu singkat. Terdapat proses yang sebenarnya panjang namun sering terabaikan. Kejadian stunting berawal dari kenaikan berat yang tidak sesuai dengan target yang direkomendasikan atau istilah populernya dikenal dengan ‘weight faltering’. Apabila dilihat dari grafik, maka akan tampak garis pertumbuhan berat badan berdasar usia yang melandai.
Strategi Keberhasilan Penerapan Cukai Minuman Berpemanis (SSBs)
Adanya kebijakan penerapan cukai minuman diharapkan dapat berjalan sesuai dengan rencana. Dengan penerapan cukai SSBs yang berhasil, beberapa manfaat yang diharapkan antara lain penurunan konsumen terhadap konsumsi SSBs, penurunan prevalensi kelebihan berat badan dan obesitas, penurunan permasalahan kesehatan (diabetes, jantung, stroke, kematian dini), serta peningkatan pendapatan pemerintah. Namun, sebelum mencapai keberhasilan tersebut, perlu beberapa strategi khusus yang harus dijalankan, diantaranya:
Potret Negara Berhasil dalam Menerapkan Cukai Minuman Berpemanis (SSBs)
Tingginya angka penyakit tidak menular (PTM) di seluruh dunia memacu berbagai negara untuk berusaha mengendalikan jumlah penambahan kasus baru. Kebanyakan kejadian PTM diawali oleh pola makan tidak sehat. Makanan dan minuman yang populer saat ini hampir semuanya mengandung tinggi kalori dari lemak dan gula. Tingginya gula dari minuman menjadikan perhatian yang lebih di bidang kesehatan. Minuman manis dianggap lebih membahayakan karena dengan mengkonsumsi minuman manis tidak ada efek mengenyangkan. Sehingga, konsumsinya akan lebih susah dikendalikan. Padahal kadar gula yang didalamnya tinggi. Belum lagi efek ketergantungan yang mengakibatkannya dikonsumsi secara terus-menerus.
Pertimbangan Penting dalam Penegakan Cukai Minuman Berpemanis (SSBs)
Dalam menegakkan pembebanan cukai minuman berpemanis atau sugar-sweetened beverages (SSBs), pemerintah perlu mempertimbangkan beberapa hal agar efektif dan sesuai. Harapannya ketepatan penegakan akan menjamin manfaat kesehatan dan ekonomi yang maksimal. Beberapa pertimbangan penting dalam merancang cukai SSBs antara lain:
Manfaat Cukai Minuman Berpemanis
Rencana pembebanan cukai minuman berpemanis di Indonesia terus digulirkan. Kian hari, variasi minuman manis dalam kemasan semakin bertambah, dan pada saat yang sama distribusi minuman berpemanis tersebut semakin meluas. Kenaikan kasus diabetes pada anak diharapkan dapat mendorong pengambil kebijakan untuk segera menetapkan langkah strategis untuk mengendalikan faktor risiko, salah satunya asupan gula yang di luar batas.
Cukai Minuman Berpemanis
Angka kejadian diabetes di Indonesia terus saja mengalami peningkatan. Terlebih diabetes pada anak yang mengalami peningkatan sebanyak 70 kali. Kondisi memprihatinkan akan kejadian penyakit tidak menular semakin menyita perhatian. Tidak hanya diabetes, berbagai penyakit tidak menular yang disebabkan oleh pola hidup tidak sehat juga terus mengalami peningkatan. Banyak upaya yang dilakukan pemerintah untuk melandaikan kejadian penyakit tidak menular. Salah rencana untuk menekan kejadian penyakit tidak menular adalah rencana pembebanan cukai pada makanan/minuman.
Lawan Obesitas dengan Menjadi Lebih Aktif
Obesitas merupakan permasalahan yang kompleks. Selain disebabkan oleh faktor makanan, obesitas juga dipicu oleh kurangnya aktifitas fisik. Di zaman yang serba mudah ini, orang menjadi lebih malas untuk bergerak. Kemudahan dalam semua hal juga memunculkan resiko kesehatan jangka panjang. Misalnya saja dengan adanya delivery food yang sangat mudah dan terjangkau. Untuk mendapatkan makanan, tadinya orang harus aktif bergerak untuk memasak atau minimal jalan untuk membeli. Namun saat ini, cukup dengan menyentuh layar gadget, makanan akan tiba di depan rumah.
Anak Obesitas Belum Tentu Gizinya Terpenuhi
Obesitas pada anak terkadang dipahami sebagai suatu kondisi yang kurang tepat. Seolah-olah, anak dengan obesitas kebutuhan gizinya terpenuhi dengan sangat baik, bahkan berlebih. Namun apabila diamati lebih dekat sebenarnya mayoritas anak yang mengalami obesitas tidak memperoleh gizi yang cukup/sesuai. Kecukupan gizi anak tidak hanya dilihat dari pencapaian berat badan. Kegemukan pada anak disebabkan oleh berlebihnya asupan kalori. Hal tersebut bukan berarti menunjukkan bahwa kebutuhan gizi anak seperti protein, vitamin, meneral dan serat juga berlebih.