Faktor Resiko Prenatal dan Perinatal terhadap Obesitas Anak Balita

Riset terkait obesitas pada anak semakin berkembang. Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa serangkaian kodisi prenatal dan perinatal berhubungan dengan resiko kelebihan berat badan. Pencegahan dan penanggulangan obesitas pada usia anak-anak harus benar-benar diupayakan. Hal ini dikarenakan kelebihan berat badan dan obesitas pada anak yang dibiarkan dapat berlanjut hingga dewasa. Faktor resiko prenatal dan perinatal harus semakin diperhatikan agar penanggulangan kelebihan berat badan dan obesitas di Indonesia menyentuh semua lini.

Kelebihan berat badan dan obesitas pada ibu

Ibu yang mengalami kelebihan berat badan dan obesitas akan memberikan resiko obesitas yang lebih besar pada anak. Hal ini dapat disebabkan oleh faktor genetik maupun faktor lingkungan keluarga yang berpengaruh pada anak. Dari data Riskesdas 2018, diketahui angka kelebihan berat badan dan obesitas pada wanita usia subur (>18 tahun) sebesar 15,1% dan obesitas 29,3%, sehingga totalnya sebesar 44,1%.

Berat badan lahir rendah (BBLR)

                Bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 gram memiliki resiko obesitas yang lebiih besar karena pada BBLR memiliki masa tubuh tanpa lemak(lean body mass) yang lebih rendah. Berdasarkan data SSGI angka BBLR pada tahun 2021 dan tahun 2022 tidak mengalami penurunan, yaitu sebesar 6,2%.

Inisiasi menyusui dini (IMD) yang kurang optimal

                Pelaksanaan IMD masih perlu dioptimalkan lagi di semua daerah. Berdasarkan data SSGI angka IMD pada tahun 2021 sebesar 46,9% mengalami kenaikan tahun 2022 menjadi 58,3%.

Rendahnya angka ASI eksklusif

                Beberapa hal yang mendukung ASI eksklusif seperti edukasi oleh tenaga kesehatan/kader kesehatan, fasilitas tempat menyusui di ruang publik serta pengaturan pemasaran susu formula sudah banyak dilakukan. Namun ternyata jumlah anak di Indonesia yang memproleh ASI saja pada enam bulan pertama kehidupannya masih rendah. ASI memiliki efek protektif pada obesitas karena kandungan gizi ASI sesuai dengan kebutuhan bayi. ASI juga memiliki peran bioaktif yang merangsang faktor pertumbuhan yang selanjutnya menghambat diferensiasi sel adiposit menjadi sel adiposit abnormal. Berdasarkan data SSGI angka pemberian ASI eksklusif pada tahun 2021 sebesar 48,2% justru mengalami penurunan yang sangat pesat pada tahun 2022 menjadi 16,7%.

Stunting pada balita

                Terdapat hubungan antara stunting pada balitan dan peningkatan resiko kelebihan berat badan dan obesitas di kemudian hari. Banyak upaya yang dilakukan untuk menurunkan angka stunting di Indonesia dalam beberapa dekade terakhir. Stunting menduduki faktor resiko penting dalam kelompok umur dibawah lima tahun. Berdasarkan data SSGI angka stunting pada tahun 2021 sebesar 24,4% mengalami penurunan tahun 2022 menjadi 21,6%. Meski telah mengalami penurunan stunting, namun prevalensi stunting anak dibawah lima tahun di Indonesia masih tinggi. Perlu kerja keras untuk mencapai target 14%.

Sumber bacaan:

UNICEF. Analisis landskap kelebihan berat badan dan obesitas di Indonesia. 2022.

Kementrian Kesehatan RI. Laporan nasional Riskesdas 2018. 2018.

Kementrian Kesehatan RI. Hasil survei status gizi Indonesia (SSGI) 2022. 2022.

https://www.idai.or.id/

Leave a comment

Dampak Covid