Di Awal tahun 2020 ini, banjir yang terjadi di Jakarta menjadi keprihatinan warga Indonesia. Curah hujan yang terjadi merupakan rekor curah hujan tertinggi sejak tahun 1866. Salah satu isu kesehatan yang paling mendesak adalah kesehatan ibu dan bayi. Kedua kelompok tersebut sangat rentan terserang infeksi, kekurangan gizi, hingga kematian. The Food and Agriculture Organization (FAO) dalam artikelnya yang berjudul Food Safety Guidance in Emergency Situations menghimbau untuk memperhatikan permasalahan besar di bidang pangan yang mengancam ketika bencana banjir, yaitu kontaminasi. Makanan dan minuman yang terkontaminasi dapat mengakibatkan kesakitan/foodborne illnes.
(Studi di Desa Palasari dan Puskesmas Kecamatan Legok, Kabupaten Tangerang)
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji hubungan ketahanan pangan dengan status gizi balita dan ragam upaya untuk meningkatkan ketahanan pangan dalam penanggulangan gizi buruk di wilayah kerja Puskesmas Legok, Kecamatan Legok, Kabupaten Tangerang.
Ketahanan pangan merupakan suatu kondisi ketersediaan pangan yang cukup bagi setiap orang pada setiap saat dan setiap individu yang mempunyai akses untuk memperolehnya, baik secara fisik maupun ekonomi. Fokus ketahanan pangan juga meliputi ketersediaan dan konsumsi pangan tingkat daerah dan rumah tangga, dan bahkan bagi inidvidu dalam memenuhi kebutuhan gizinya.
Mengkonsumsi makanan di bawah standar seharusnya (suboptimal diet) merupakan faktor resiko yang dapat dicegah yang penting untuk penyakit tidak menular (PTM). Namun, pengaruhnya pada beban penyakit tidak menular belum dievaluasi secara sistematis. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi konsumsi makanan dan nutrien utama dari 195 negara dan untuk mengukur pengaruh konsumsi makanan di bawah standar pada angka mortalitas dan morbiditas prnyakit tidak menular
Hubungan antara kebiasaan makan dan penyakit tidak menular (PTM) kronis sedang diinvestigasi secara masif. Beberapa penelitian terkait PTM belum menggambarkan bagaimana faktor makanan, namun dari bukti secara epidemiologis termasuk dari penelitian observasi prospektif jangka panjang dan jangka pendek menunjukkan adanya bukti yang mendukung adanya hubungan sebab akibat yang potensial pada makanan tertentu (contohnya buag, sayur, daging olahan, konsumsi lemak trans) dengan PTM (penyakit jantung iskemik, diabetes dan kanker kolorektal). Penemuan ini sebagai pedoman (guideline) nasional dan internasional terkait makanan yang dapat mencegah penyakit tidak menular.
Skrining gizi perlu dilakukan untuk mengetahui resiko malnutrisi pada pasien rawat inap sehingga dukungan gizi dapat diberikan secra optimal. Alat skrining gizi telah banyak dikembangkan salah satunya di Indonesia, Simple Nutrition Screening Tool (SNST) yang berdasarkan studi sebelumnya memiliki validitas dan reliabilitas baik. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui kemampuan SNST dalam emmprediksi malnutrisi bila dibandingkan dengan alat skrining gizi lain pada pasien rawat inap di bangsal yang berbeda.
Tingginya prevalensi malnutrisi pada pasien di rumah sakit menjadi perhatian, baik di negara maju maupun berkembang. Malnutrisi pada pasien menyebabkan imunitas menurun sehingga masa penyembuhan jadi lebih lama, biaya rawat inap meningkat dan secara umum angka morbiditas dan mortalitas meningkat.
Menurut Riskesdas 2018, prevalensi balita stunting (kerdil) mengalami penurunan dari 37,2% pada 2013 menjadi 30,8% pada 2018. Prevalensi bawah dua tahun (baduta) stunting (kerdil) juga mengalami penurunan. Namun demikian, tantangan percepatan penurunan stunting masih cukup besar. Beberapa kendala penyelenggaraan percepatan pencegahan stunting antara lain belum efektifnya program pencegahan stunting, belum optimalnya koordinasi penyelenggaraan intervensi gizi spesifik dan sensitif di semua tingkatan terkait dengan perencanaan dan penganggaran, penyelenggaraan dan pemantauan dan evaluasi, masih minimnya advokasi, kampanye dan diseminasi terkait dengan stunting dan berbagai upaya pencegahannya. Maka dari itu disusunlah suatu strategi nasional untuk percepatan pencegahan stunting.