Situasi Obesitas Anak di Indonesia

Pada kegiatan press briefing situasi terkini obesitas di Indonesia yang dilakukan oleh Kementrian Kesehatan RI pada pertengahan tahun ini, dr. Lovely Daisy, MKM selaku Plt. Direktur Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak menyampaikan situasi obesitas pada anak Indonesia. Pada awal pemaparannya, ibu Lovely mengingatkan akan triple burden of malnutrition yang saat ini dialami Indonesia.

Permasalahan pada anak yang dulunya banyak berfokus pada kekurangan gizi, saat ini permasalahan overweight dan obesitas anak juga menjadi perhatian yang besar. Dari data survey status gizi Indonesia, jumlah balita yang mengalami overweight sebanyak 3,5%. Peningkatan kejadian obesitas anak dalam 4 dekade tidak kalah memprihatinkan, dari yang awalnya 11 juta (tahun 1975) menjadi 123 juta (tahun 2016). Peningkatan yang dialami sebesar 10 kali lipat dalam empat dekade. Sebanyak 55% obesitas anak akan menjadi obesitas pada saat remaja, selanjutnya 80% obesitas remaja bertahan hingga dewasa. Yang itu berarti juga akan menjadi masalah di kemudian hari.

Selain kondisi status gizi berlebih, ada masalah lain yang juga dialami oleh anak-akan Indonesia. Permasalahan gizi lain pada anak Indonesia antara lain kebugaran anak sekolah rata-rata adalah tidak bugar; 20% balita memiliki tingkat kecukupan energi ≥130%; angka kecukupan protein yang rendah (asupan <80% )sebanyak 29,3% pada anak usia 5-12 dan 48,1% pada usia 13-18 tahun; konsumsi makanan manis sebesar 50,4% pada anak usia 10-14 tahun; konsumsi makanan asin sebesar 31,4%; konsumsi makanan instan sebesar 11%; konsumsi makanan berpenyedap sebanyak 78%; serta 65% anak tidak sarapan.

Pertumbuhan pada anak harus terus dipantau, baik pada balita maupun anak-anak usia sekolah setidaknya setiap bulan. Hal ini menjadi penting karena pemantauan pertumbuhan pada anak dapat menjadi deteksi dini obesitas maupun kekurangan gizi. Dengan deteksi dini lebih awal maka permasalahan bisa cepat diintervensi. Pada kejadian kelebihan berat badan, apabila balita terdeteksi BB/U berada >+1SD maka dirujuk puskesmas. Di Puskesmas dilakukan konfirmasi dan penentuan status gizi oleh tenaga kesehatan.

Kunci dari peningkatan status kesehatan adalah perubahan perilaku dan kondisi lingkungan. Lingkungan dan perilaku memegang peranan terbesar kondisi kesehatan seseorang. Sementara, genetik dan pelayanan kesehatan hanya berkontribusi kecil. Gizi lebih dan obesitas pada anak merupakan hasil interaksi berbagai faktor, yaitu individu (biologi, psikologi, perilaku), keluarga, lingkungan dan sosial ekonomi. Pilihan makanan anak ditentukan oleh ketersediaan bukan selera. Meski pengetahuan ada tapi jika ketersediaan tidak ada, maka membutuhkan edukasi dalam waktu yang lama.

Referensi :

https://www.youtube.com/watch?v=ULdn5obu1nw

https://www.ui.ac.id/penelitian-fkui-ungkap-triple-burden-of-malnutrition-remaja-indonesia/

Leave a comment

Dampak Covid