Setiap tahap perkembangan anak memiliki kebutuhan gizi yang berbeda. Sejak anak dalam kandungan hingga usia remaja, resiko malnutrisi anak selalu muncul. Salah satu tahapan usia yang cukup krusial namun kadang masih terabaikan adalah usia sekolah. Ketika anak mulai memasuki usia sekolah dasar, kebiasaan makan mulai berkembang. Keluarga, sekolah, lingkungan berpengaruh terhadap ketersediaan makan dan pilihan makanan. Namun, anak mulai bertanggung jawab atas makanan mereka sendiri. Masa transisi ini penting untuk membangun kebiasaan makan yang sehat pada anak. Secara umum, permasalahan gizi anak usia sekolah adalah asupan makanan bergizi yang rendah dan asupan camilan tidak sehat yang terlalu banyak.
Beberapa hari terakhir, media sedang hangat membahas logo baru halal di Indonesia. Logo ini dikeluarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal Kementrian Agama (BPJPH Kemenag) selaku penerbit sertifikasi halal. Bagi pelaku industri di Indonesia, khususnya indusri pangan pengetahuan dan praktek terkait produk halal menjadi hal yang sangat penting. Halal lebih dari sekedar mutu karena standar halal sangat ketat. Prinsip yang digunakan adalah zero tolerance. Jaminan produk halal (JPH) diatur dalam pasal 3 UU No. 33 tahun 2014. JPH bertujuan untuk memberikan kenyamanan, keselamatan, dan kepastian ketersediaan produk halal bagi masyarakat dalam mengkonsumsi dan menggunakan produk. Selain itu, label halal pada produk dapat meningkatkan nilai tambah bagi pelaku usaha untuk memproduksi dan menjual produk halal.
Memasuki tahun ketiga pandemi COVID-19, dampak ke berbagai sektor semakin terasa. Disektor kesehatan, salah satu kelompok yang memperoleh dampak besar adalah anak-anak. Meskipun dampak yang diperoleh tidak langsung, namun efek jangka panjang yang diakibatkan cukup besar. Beberapa efek pandemi bagi anak-anak diantaranya kualitas diet yang buruk, gangguan kesehatan mental, isolasi sosial, adiksi layar, serta keterbatasan akses ke sekolah dan fasilitas kesehatan. Krisis ini memberikan implikasi pada kesehatan masyarakat yang memiliki konsekuensi seumur hidup pada anak-anak yang jauh melampaui dampak negatif virus.
Bulan ini, tepatnya tanggal 4 Maret merupakan hari obesitas sedunia. Hari peringatan ini muncul karena tingginya angka obesitas di seluruh penjuru dunia, baik negara maju maupun negara berkembang. Dengan adanya hari obesitas dunia ini diharapkan dapat muncul banyak solusi dari permasalahan obesitas yaitu mencapai dan mempertahankan berat badan sehat, melakukan perawatan yang tepat, serta menanggulangi krisis obesitas. Hari obesitas pertama diperingati pada 2015 dan diselenggarakan oleh World Obesity Federation. Awalnya, hari obesitas jatuh pada tanggal 11 Oktober. Namun, terjadi perubahan menjadi tanggal 4 Maret pada tahun 2020. Perubahan dilakukan atas dasar keberhasilan kampanye obesitas (kampanye harian atau mingguan) di seluruh dunia, menyeragamkan, serta menyatukan kakuatan untuk mengurangi krisis obesitas.
Angka obesitas pada semua kelompok usia di dunia mengalami peningkatan. Salah satu kelompok umur yang memiliki kenaikan angka obesitas yang sangat pesat adalah anak dan remaja. Dalam empat dekade, jumlah kejadian obesitas meningkat dari 11 juta menjadi 124 juta. Tingginya angka obesitas disebabkan oleh banyak faktor, salah satu yang paling mempengaruhi adalah lingkungan. Faktor lingkungan terdiri dari banyak hal, salah satu yang paling besar pengaruhnya adalah sosial media. Sosial media memiliki dampak yang besar bagi kehidupan semua kalangan usia, terutama remaja. Remaja menghabiskan banyak waktunya untuk membuka sosial media. Bahkan durasi penggunaan televisi di kalangan remaja mengalami penurunan. Dengan adanya fenomena lingkungan ini, beberapa kalangan tergerak untuk meneliti kebiasaan makan remaja akibat sosial media. Penelitian yang dilakukan pada tahun 2021 di Flanders, Belgia menunjukkan bahwa sosial media memberikan pengaruh terhadap perilaku makan remaja. Perilaku makan remaja di sosial media dipengaruhi oleh iklan, influencer, dan peer group yang membagikan postingannya.
Makanan olahan yang saat ini cukup populer di bidang gizi adalah ‘ultra-processed food’. Disebut makanan ultra proses karena melalui proses pengolahan yang cukup panjang. Makanan tersebut diberi bahan tambahan makanan seperti garam, gula, pengawet atau pewarna dalam skala yang besar. Makanan ultra-processed saat ini menjadi sesuatu yang tidak asing lagi di masyarakat semua kalangan. Dari segi kesehatan, makanan ini menjadi sebuah ancaman karena berbagai studi telah membuktikan bahwa makanan ultra-processed merupakan penyumbang utama penyakit kronik. Banyak penelitian kohort dengan jumlah responden yang besar juga membuktikan bahwa makanan ultra-processed berkaitan dengan kejadian obesitas, penyakit jantung dan metabolik, serta kejadian kanker. Beberapa studi nasional juga menunjukkan bahwa konsumsi makanan ultra-processed menunjukkan kualitas kesehatan yang buruk. Beberapa makanan yang termasuk ultra-processed antara lain sup instan, sup kaleng, daging/ikan olahan kemasan, saus siap saji, kentang siap pakai, kentang goreng kemasan, puding siap makan, makanan ringan manis dan gurih, granola bar, minuman berpemanis, soda, minuman buah siap saji, teh/kopi kemasan siap minum, yoghurt kemasan siap saji, kue kering dan roti yang diproduksi industri, sereal sarapan manis, makanan kemasan siap makan, dll.
Saat ini pandemi di Indonesia sudah mulai memasuki tahun ketiga. Satu bulan terakhir ini jumlah kasus justru mengalami kenaikan yang signifikan. Salah satu kegiatan yang dapat dilakukan untuk menekan efek psikologis akibat pembatasan kegiatan, mayoritas waktu yang hanya di rumah, serta ekonomi yang belum stabil adalah dengan dilakukannya home gardening. Kegiatan home gardening merupakan kegiatan berkebun yang memanfaatkan pekarangan rumah.
Beberapa tahun terakhir, teknologi semakin memberikan kemudahan dalam berbagai aspek. Salah satunya adalah kemudahan dalam memperoleh makanan dengan adanya platform layanan food delivery di Indonesia, diantaranya gofood, grabfood dan shopeefood. Platform layanan food delivery menggunakan model sistem penjualan business-to-consumer (B2C). Kemudahan ini memberikan perubahan pada kebiasaan makan masyarakat. Sebelum adanya platform layanan ini, membeli makanan di luar membutuhkan banyak tenaga dan waktu. Setelah adanya platform layanan ini, banyak kemudahan dan kenyamanan yang diperoleh para penggunanya, diantaranya adalah opsi makanan yang lebih banyak, metode praktis, banyak promo, hemat waktu, hemat tenaga dan dapat membantu memesankan orang lain. Terlebih di situasi pandemi, pembatasan mobilitas membuat mayarakat lebih banyak menghabiskan waktu di rumah memicu orang untuk membeli makanan menggunakan platform layanan food delivery.
Jurnal ‘Associations of unprocessed and processed meat intake with mortality and cardiovascular disease in 21 countries [Prospective Urban Rural Epidemiology (PURE) Study]: a prospective cohort study’ merupakan salah satu artikel riset yang populer mulai tahun 2021. Studi tersebut merupakan studi multinasional yang dilakukan di negara berpendapatan rendah, sedang dan tinggi. Hasil studi dipublish di American Journal of Clinical Nutrition. Penelitian ini menggunakan data dari Prospective Urban Rural Epidemiological (PURE). Studi PURE menggunakan data kebiasaan makan dan luaran kesehatan dari lebih dari 164.000 responden yang berasal dari 21 negara. Studi ini melibatkan lebih banyak populasi berbeda dan budaya makan yang berbeda sehingga dapat menyajikan fakta baru. Pada penelitian ini, asupan makan partisipan dicatat dalam kuesioner food frequency questionnaires (FFQ) yang telah disesuaikan dengan partisipan di setiap negara/regional. Partisipan dikelompokkan menjadi 7 regional yaitu Amerika Utara dan Eropa, Amerika Selatan, Afrika, Timur Tengah, Asia Selatan, Asia Tenggara, dan China. Data lain yang dianalisis antara lain: data demografis, gaya hidup, riwayat kesehatan, pengobatan, kerjadian penyakit kardiovaskular dan informasi kematian (diklasifikasikan berdasar penyebab) selama fase follow up. Follow up dilakukan pada 3,6, dan 9 tahun. Hasil riset mengungkapkan bahwa konsumsi daging olahan beresiko mengalami kematian dan penyakit kardiovaskular yang lebih tinggi. Di sisi lain, konsumsi daging merah dan unggas segar dalam jumlah sedang tidak berkaitan dengan tingginya resiko kematian dan penyakit kardiovaskular. Studi ini lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya, namun perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengkonfirmasi beberapa hal. Misalnya saja kualitas makanan yang berbeda antar negara.
Topik permasalahan stunting di Indonesia masih hangat untuk dicarikan solusi. Terlebih setelah diangkatnya topik stunting dalam kegiatan hari gizi nasional (HGN) tahun 2022 pada 25 Januari lalu. Sebanyak 1 dari 4 anak di Indonesia mengalami stunting berdasarkan survey Status Gizi Indonesia 2021, selanjutnya 1 dari 10 anak mengalami gizi kurang. Meskipun di sisi lain obesitas juga mulai menjadi isu yang besar di Indonesia.