Resume Sesi Diskusi Fornas JKKI XIII Topik Kedua
“Transformasi Sistem Kesehatan dalam Pencegahan dan Pengendalian Obesitas di Indonesia”
Pada sesi diskusi, ibu Prof. dr. Madarina Julia, Sp.A(K); ibu dr. Fatwa Sari Tetra Dewi, MPH, Ph.D; dan ibu dr. Irma Sri Hidayati, M.Sc., Sp.A menyampaikan tanggapan atas materi yang disampaikan oleh para pembicara.
Ibu Madarina mengungkapkan bahwa betapa kasus obesitas membuat prihatin. Obesitas semakin mengerikan dengan peningkatan tajam dalam 10 tahun. Obesitas sentral yang juga melejit merupakan faktor risiko PTM. Beliau menggarisbawahi atas rapor merah pada problem obesitas yang disampaikan oleh ibu Eva. Sebenarnya pemerintah sudah berusaha memerangi obesitas dengan banyak sekali program, misalnya saja Germas, Genta, dan lain-lain. Begitu juga program setiap daerah seperti yang dipaparkan bapak Abdul Hakam. Namun, tampaknya tidak bermanfaat. Mungkin hal itu dikarenakan kita terlalu terlambat memulainya.
Seharusnya penanganan dilakukan mulai dari bayi, bahkan dari dalam kandungan. Penyakit tidak menular sebenarnya menunjukkan bahwa badannya sudah bermasalah sebelumnya. Misalnya saja penyakit diabetes. Jika seseorang terkena diabetes pada usia 40 tahun, kemungkinan 20-30 tahun sebelumnya sebenarnya sudah bermasalah badannya. Catatan pentingnya adalah ‘harus mulai lebih awal’. Misalnya saja ibu yang obesitas, maka bayi akan memiliki faktor resiko obesitas. Beliau juga menyampaikan bahwa untuk saat ini manajemen berat bayi lahir rendah (BBLR) belum menggunakan evidence terbaru. Memaksa bayi kecil untuk catch up hanya akan meningkatkan massa lemak bayi. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa bayi tersebut menjadi calon penyintas diabetes dan obesitas.
Dalam pelaksanaan programnya perlu dilakukan intersektoral. Misalnya melakukan pendekatan pada sektor pendidikan. Mirisnya, pelajaran kesehatan saat ini hanya 1-2 jam dalam seminggu, bahkan terkadang kegiatan hanya diisi dengan teori. Padahal bagaimana bisa berharap si anak besarnya menjadi aktif apabila gaya hidup masa kecil pasif? Banyak program yang masih terlalu fokus dengan masalah gizi stunting, namun tidak melihat permasalahan pada obesitas.
Ibu Fatwa menyampaikan masalah obesitas yang semakin lama semakin menggunung serta macam-macam determinan obesitas. Obesitas dibentuk dari perilaku yang sifatnya volunteer (private). Prosesnya terjadi pelan-pelan sehingga orang tidak sadar kalau itu terjadi perubahan. Beliau juga menyinggung akan statement yang beredar di masyarakat ‘gemuk nggak papa yang penting sehat’. Padahal gemuk adalah masalah.
Penyelesaian masalah kesehatan tidak mungkin hanya dilakukan dinas kesehatan saja atau pemerintah saja. Namun juga harus melibatkan masyarakat. Ibu Fatwa mengapresiasi program di Semarang yang menggunakan data dari Grab dan Gojek.
Beliau memberikan saran bahwa program harus di encourage dinas kesehatan namun melibatkan masyarakat. Perlu disediakan insentif untuk penyelenggaraan program. Misal insentif untuk masakan sehat sehat atau pajak untuk makanan tidak sehat. Pajak makanan penting namun harus memberikan encourage misal LSM karena lebih dekat sehingga lebih efektif. Cukai dari pajak dapat digunakan
Dinas kesehatan dan kementerian kesehatan dapat berfokus pada pengawasan. Culture juga perlu diperhatikan karena merupakan hal penting yang dapat menyentuh masyarakat agar terlibat untuk menanggulangi masalah. Pemerintah harus bersikap akomodatif.
Marketing makanan tidak sehat juga memegang peranan penting. Kalau bisa makanan sehat mendapatkan subsidi. Ketersediaan masakan sehat yang murah, mudah didapat dan enak juga perlu diperhatikan. Tapi sayangnya di sekitar kita saat ini makanan sehat sulit didapat. Sementara makanan tidak sehat sangat banyak dan mudah sekali didapat. Ketika sudah memberi pengetahuan namun lingkungan tidak mendukung ya tidak berpengaruh.
Tanggapan terakhir disampaikan oleh Ibu Irma. Beliau menambahkan terkait aspek peran tenaga kesehatan dan beberapa kebijakan dari pemerintah dan konsensus. Pencegahan harus dilakukan lebih awal dengan pencegahan primer (pemberian ASI eksklusif, pemantauan pertumbuhan di posyandu). Sebenarnya sudah ada revisi untuk KMS +1 SD yang menunjukkan berat badan lebih yang harus dikonfirmasi sehingga dapat dideteksi early adiposity rebound. Deteksi early adiposity rebound sebenarnya merupakan pencegahan sekunder. Nakes posyandu seharusnya rujukan dari posyandu ke puskesmas. Sudah ada mekanisme rujukan overweight dan obesitas ke puskesmas atau rumah sakit. Tatalaksana stunting yang tidak adekuat beresiko menjadi overweight dan obesitas dengan melihat penyebab stunting.
Liputan kegiatan lengkap Fornas JKKI XIII topik kedua dapat diakses melalui link berikut.