Pembelajaran Tatap Muka: Perhatian Lebih untuk Gizi Anak
Sekolah secara tatap muka sudah mulai kembali berjalan. Anak-anak yang sebelumnya melakukan kegiatan secara menyeluruh di rumah, saat ini sudah beralih di sekolah. Di rumah maupun di sekolah, keduanya memiliki tantangannya masing-masing. Saat anak di sekolah, itu berarti sekitar 30% waktunya dihabiskan di sekolah. Apabila dikurangi dengan waktu tidur, maka kurang lebih 50% waktunya dihabiskan di sekolah. Hal ini menunjukkan bahwa peluang anak untuk mengkonsumsi makanan di luar rumah lebih tinggi. Dari kondisi ini, penting sekali untuk orang tua, sekolah maupun pemangku kebijakan dalam memikirkan strategi pemenuhan gizi anak saat sekolah.
Penelitian di Surabaya yang dipublikasikan dengan judul ‘Highlighting of Urinary Sodium and Potassium among Indonesian Schoolchildren Aged 9–12 Years: The Contribution of School Food’ mencoba menilai kadar asupan natrium dan kalium siswa dari pemeriksaan urin, serta analisis kandungan energi, natrium dan kalium dari makanan yang dikonsumsi siswa selama di sekolah. Makanan yang dikonsumsi selama di sekolah terdiri dari bekal makanan, makan siang, serta makanan yang dibeli di kantin. Hasil menunjukkan bahwa hampir semua responden memiliki asupan natrium melebihi rekomendasi, dan asupan kalium yang sangat rendah. Dari makanan yang dikonsumsi siswa selama di sekolah menunjukkan bahwa kandungan natrium 125% dari standar, sementara kandungan kalium hanya 25% dari standar.
Asupan natrium yang berlebih dan asupan kalium yang terlalu rendah berkaitan dengan peningkatan resiko hipertensi dan obesitas pada anak. Resiko yang lebih awal pada anak dapat berkembang menjadi penyakit hipertensi, penyakit pembuluh darah, serta stroke dikemudian hari.
Dari hasil riset ini, kita dapat lebih meningkatkan perhatian pada gizi anak. Pemenuhan gizi anak tidak sekedar terpenuhinya kebutuhan gizi makro, namun juga terpenuhinya kebutuhan gizi mikro serta pembatasan zat gizi yang berlebih. Perhatian akan komponen gizi makro dan mikro ditujukan untuk menunjang kesehatan jangka panjang. Solusi yang diberikan tidak cukup hanya dengan menyediakan kebutuhan anak dalam mencapai status gizi normal, namun juga membentuk pola makan anak dalam mengkonsumsi gizi seimbang. Pencegahan kejadian penyakit tidak menular dimasa mendatang harus dicegah sejak usia anak-anak dengan pengendalian asupan makan dan pembentukan pola makan pada anak.
Perlu dipertimbangkan untuk penambahan edukasi gizi pada anak di kurikulum sekolah. Kegiatan yang mendukung gizi anak sekolah yang saat ini sudah berjalan di Indonesia masih terfokuskan pada penanggulangan stunting, terutama di wilayah dengan kejadian stunting tinggi. Salah satu contohnya adalah Program Gizi Anak Sekolah (ProGAS) dari Kemendikbud yang didirikan sejak tahun 2016. Saat ini, pemerintah perlu mulai memperhatikan resiko yang muncul di sekolah yang cukup secara gizi makro, namun memiliki resiko besar penyakit akibat ketidakseimbangan zat gizi mikro. Permasalahan zat gizi mikro juga akan menjadi masalah besar di kemudian hari jika dibiarkan.
Sumber bacaan:
https://dindikbud.demakkab.go.id/index.php/2019/08/07/program-gizi-anak-sekolah-progas/
https://www.hindawi.com/journals/jnme/2019/1028672/