Tingginya Masalah Kekurangan Gizi Anak Indonesia
Di tengah naiknya angka kelebihan gizi, permasalahan kekurangan gizi pada anak di Indonesia masih banyak, diantaranya stunting, wasting dan underweight. Data Survey Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022 dibandingkan dengan tahun 2021 menunjukkan bahwa stunting mengalami penurunan, namun wasting dan underweight justru mengalami peningkatan.
Presentase stunting tahun 2021 sebanyak 24,4% mengalami penurunan sebesar 2,8% menjadi 21,6%. Angka ini diharapkan terus mengalami penurunan yang tajam agar pada 2024 dapat mencapai target RPJMN sebesar 14%. Setidaknya tahun 2023 ini angka stunting diharapkan mengalami penurunan menjadi 17,8%. Terdapat sebelas intervensi spesifik penanggulangan stunting yang saat ini terus digencarkan. Intervensi tersebut difokuskan pada masa sebelum kelahiran dan anak usia 6-23 bulan.
Sebelas intervensi spesifik penanggulangan stunting antara lain skrining anemia remaja putri, konsumsi tablet tambah darah remaja putri, pemeriksaan kehamilan (ANC), konsumsi tablet tambah darah ibu hamil, pemberian makanan tambahan bagi ibu hamil kurang energi kronis (KEK), pemantauan pertumbuhan balita, ASI eksklusif, pemberian MPASI kaya protein hewani bagi baduta, tata laksana balita dengan masalah gizi (weight faltering, stunting, wasting, underweight, gizi buruk), peningkatan cakupan dan perluasan imunisasi; serta edukasi remaja, ibu hamil, dan keluarga.
Permasalahan kekurangan gizi lain yang masih menjadi tugas besar untuk diselesaikan selain stunting antara lain wasting dan underweight. Persentase wasting yang pada tahun 2021 sebanyak 7,1% melejit sebesar 0,6% menjadi 7,7%. Hal serupa terjadi pada kasus underweight yang mengalami kenaikan sebesar 0,1%, yaitu dari 17,0% menjadi 17,1%.
Faktor resiko wasting (gizi kurang dan gizi buruk) sama dengan faktor resiko stunting. Selain itu, kedua hal tersebut saling mempengaruhi. Kondisi tersebut saling memperburuk satu sama lain. Anak dengan wasting memiliki resiko tiga kali lebih besar mengalami stunting dibandingkan dengan anak gizi normal. Anak dengan gizi buruk memiliki daya tahan tubuh yang lebih rendah dan memiliki resiko tinggi mengalami infeksi, bahkan kematian. Smentara anak dengan stunting kesulitan mencapai kapasitas kognitif yang optimal. Hal ini memberikan efek jangka panjang hingga anak dewasa.
Melihat besarnya permasalahan kekurangan gizi pada anak di Indonesia mendorong semua pihak untuk lebih memaksimalkan perannya. Kejadian kekurangan gizi tidak menjadi tugas sektor kesehatan, namun juga sektor lain terutama kebijakan.
Sumber bacaan:
https://kesmas.kemkes.go.id/assets/uploads/contents/attachments/09fb5b8ccfdf088080f2521ff0b4374f.pdf