Penganekaragaman Konsumsi Pangan Lokal sebagai Solusi Stunting
Stunting perhatian utama pada permasalahan kesehatan anak di Indonesia. Data terakhir hasil Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) menunjukkan angka 27,67% (2019). Jumlah tersebut masih tergolong tinggi meskipun telah mengalami penurunan dibandingkan tahun 2018, yaitu 30,80% (Kemenkes, 2019). Target yang sedang berusaha dicapai mengacu pada saran WHO dari yaitu dibawah 20%. Harapannya pada 2024 menjadi 19%. Penurunan stunting masuk dalam prioritas utama untuk mendapatkan sumber daya manusia yang berkualitas dimasa mendatang.
Stunting disebabkan oleh kurangnya status gizi dalam jangka waktu yang lama. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menekan angka stunting adalah dengan memperbaiki pola makan anak. Sumber zat gizi utama yang perlu ditingkatkan adalah protein dan zinc. Hasil penelitian yang dilakukan peneliti senior Dr Umi Fahmida, ddk (2014) dengan judul publikasi Complementary feeding recommendations based on locally available foods in Indonesia dalam Food and Nutrition Bulletin, 35(4) diketahui bahwa permasalahan utama pada makanan pendamping ASI adalah defisiensi zat besi, kalsium, zinc, niasin, tiamin dan asam folat. Pada riset ini, responden diberikan intervensi pangan lokal sumber protein hewani, yaitu daging, ikan, unggas, telur dan makanan terfortivikasi. Riset menunjukkan bahwa responden mengalami peningkatan diversifikasi pangan, serta peningkatan asupan protein, zat besi, zink dan kalsium.
Pemanfaatan produk pangan lokal merupakan salah satu intervensi komunitas pada penanggulanangan stunting, sesuai saran dari WHO/UNICEF. Pangan lokal dipilih karena sesuai dengan pola masyarakat setempat, hemat biaya, dan mudah ketersediaannya. Selain itu, kesesuaian dengan budaya dan potensi daerah dapat memberikan pengaruh dalam jangka panjang dibandingkan menggunakan rekomendasi umum.
Riset yang dilakukan oleh Tantut, dkk (2017) yang berjudul Local-food-based complementary feeding for the nutritional status of children ages 6–36 months in rural areas of Indonesia dalam Korean J Pediatr 2017;60(10):320-326 menunjukkan pemberian pangan lokal dengan melibatkan POSYANDU dapat meningkatkan status gizi anak usia 6-36 bulan. Tantut, dkk (2017) menyarakankan “POSYANDU” perlu direformasi menjadi “POSYANDU Plus” untuk memasilitasi program makanan pendamping berbasis pangan lokal bagi komunitas. Adanya kegiatan POSYANDU di Indonesia dapat dijadikan gerbang utama untuk menanggulangi stunting karena prinsipnya adalah dari masyarakat dan untuk masyarakat.
Indonesia sebagai negara yang memiliki potensi pertanian yang besar memiliki bahan makanan lokal yang sangat beragam. Bahan yang disarankan dalam Pedoman Umum Pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) Lokal Tahun 2006 oleh Depkes RI, yaitu sumber karbohidrat(ubi, beras, singkong, jagung, kentang, tepung beras/sagu/terigu/jagung), protein hewani (daging, hati ayam, ayam, susu, udang, ikan lele/kembung/mujair), protein nabati (kedelai, tahu, tempe, kacang hijau/tanah/tolo), sayur (wortel, bayam, sawi, labu kuning, selada air, tomat, seledri, jagung muda, kangkung) dan buah (pisang kepok/ambon). Cita rasa juga dapat ditingkatkan dengan penambahan rempah lokal, antara lain jahe, pala, cengkeh, ketumbar, bawang merah/putih/prei, daun bawang, salam, lengkuas, sereh, dan lain-lain.
Sumber Bacaan:
Umi Fahmida, Otte Santika, Risatianti Kolopaking, and Elaine Ferguson. Complementary feeding recommendations based on locally available foods in Indonesia. Food and Nutrition Bulletin 2014;35(4):174-179.
Tantut Susanto, MN, RN, PHN1,6, Syahrul, RN, MHS2,6, Lantin Sulistyorini, RN, MHS3 , Rondhianto, RN, MN4 , Alfi Yudisianto, MD5. Local-food-based complementary feeding for the nutritional status of children ages 6–36 months in rural areas of Indonesia. Korean J Pediatr 2017;60(10):320-326.
Depkes RI. Pedoman Umum Pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) Lokal Tahun 2006. Jakarta: 2006.