10 Persen Balita di Jakarta Barat Rentan Tiga Masalah Kesehatan Gizi

KEMBANGAN – Sebanyak 10 persen dari jumlah balita yang berada di Jakarta Barat diakui masih mengalami tiga masalah kesehatan.

Asisten Administrasi dan Kesejahteraan Rakyat Kota Jakarta Barat, Yunus Burhan menyebutkan, tiga masalah kesehatan tersebut ialah berkiatan dengan gizi.

“Di Jakarta Barat masih ada tiga masalah yang pertama itu ialah adanya anak-anak kita masih stunting, kemudian yang kedua kurus, kemudian yang ketiga yaitu obesitas atau kegemukan. Itu permasalahan yang memang sedang kita hadapi,” tutur Yunus dalam peringatan Hari Gizi Nasional ke-59 di Ruang MH Thamrin, Kantor Wali Kota Jakarta Barat, Selasa (12/2/2019).

Melihat dari Dekat Kasus Gizi Buruk

Jakarta – Beberapa waktu lalu, dua hari berturut-turut sebuah koran ternama Tanah Air mengulas data perihal gizi buruk yang menimpa anak Indonesia Timur. Dalam koran itu dijelaskan bahwa status gizi anak balita di wilayah timur memasuki tahap mengkhawatirkan. Wilayah yang paling tinggi terjangkit malnutrisi adalah provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).

Anak balita berstatus gizi buruk di NTT pada 2018 mencapai 29,5 persen. Secara nasional angka ini lebih tinggi dibandingkan wilayah Maluku dan Papua Barat. Bukan berarti kedua wilayah itu lebih baik, melainkan banyak kasus gizi buruk banyak tak terlaporkan.

Jokowi: Negara Tak Mungkin Bersaing Kalau Masih Banyak Stunting

Jakarta – Presiden RI, Joko Widodo atau yang lebih akrab disapa Jokowimengatakan sumber daya manusia yang baik merupakan prasyarat utama agar Indonesia bisa keluar dari negara berpendapatan menengah dan menjadi negara maju.

“Inilah mengapa diperlukan kesehatan. Kesehatan sangat basic sekali, jangan sampai bicara kompetisi tapi kita memiliki stunting,” ujarnya dalam acara Rapat Kerja Kesehatan Nasional di ICE BSD, Tangerang Selatan, Selasa (12/2/2019).

Kebiasaan “Sarapan” dengan Teh Manis Memicu Kurang Gizi

Walau sarapan dianggap sebagai waktu makan yang penting, tetapi mayoritas orang belum mengonsumsi menu yang benar. Bahkan, banyak orang “sarapan” dengan minum teh manis atau pun susu.

Konsumsi sarapan yang direkomendasikan adalah terdiri dari makanan dan minuman, bukan salah satunya saja.

Menurut ahli gizi Dr.Rita Ramayulis, DCN, M.Kes, menu sarapan idealnya mengandung karbohidrat, protein, lemak, serat, vitamin, mineral, dan air.

Mengonsumsi teh manis saja di pagi hari, menurut Rita, tidak akan bisa memenuhi kebutuhan kalori dan nutrisi tubuh.

Pilih Menu Sarapan yang Bikin Kamu Mengunyah, Bagus buat Diet

Jakarta – Kalau sedang terburu-buru di pagi hari, jangankan menyiapkan sarapan, bisa minum air putih setelah bangun tidur saja sudah bagus. Kebiasaan seperti ini sebaiknya dihindari. Terlebih kamu yang sedang diet, kurangnya asupan gizi saat sarapan bisa menambah nafsu makan.

Ahli gizi dokter Rita Ramayulis menjelaskan alasan dari sisi medis. Dia menyarankan pilih menu sarapan yang memaksamu mengunyah dan gizinya seimbang. Jadi, sebaiknya jangan sarapan hanya dengan minum air putih, teh, kopi, atau susu saja.

Ngemil Gorengan untuk Sarapan, Sehat Nggak Sih? Dokter Gizi Menjawabnya

Jakarta – Jam makan masih jauh, kalau makan berat takut ngantuk. Nah biasanya di jam-jam kritis banyak yang lebih memilih ngemil untuk mengganjal perutnya. Nggak jarang juga yang memilih gorengan sebagai menu camilan.

“Seringkali kalau ngomongin nyemil, kita ingetnya sekali hanya 200 kalori. Kalau 200 dihabisin untuk gorengan 2 biji tentu bisa, tapi isinya hanya minyak,” kata dr Juwalita Surapsari, MGizi, SpGK, saat dijumpai di Central Park Mall, Rabu (30/1/2019).

Sambut Hari Gizi Nasional, Kopmas Edukasi Pentingnya Pemenuhan Gizi 1000 Hari Pertama

Jakarta- Investasi utama dalam membangun sumber daya manusia Indonesia yang akan memberikan manfaat jangka panjang dan berkelanjutan adalah pembangunan kesehatan. Terpenuhinya kebutuhan gizi masyarakat terutama pada periode 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) merupakan salah satu komponen terpenting dalam pembangunan kesehatan. Saat ini permasalahan gizi, baik gizi kurang termasuk stunting dan gizi Iebih, terjadi hampir di seluruh strata ekonomi masyarakat baik di pedesaan maupun perkotaan. 

Permasalahan gizi buruk merupakan tanggung jawab bersama mulai dari pemerintah, swasta, serta orang tua sebagai tombak perkembangan dan pertumbuhan anak-anak mulai 1000 hari pertama kehidupan. Edukasi pentingnya asupan gizi seimbang sangat penting dalam upaya menekan tingginya angka gizi buruk di Indonesia. 

Pesan Dokter untuk Anak Kos yang Tiap Tanggal Tua Makannya Mi Instan

Jakarta – Hidup di akhir bulan rasanya nggak afdol tanpa mi instan ya. Memang sih, murah dan mengenyangkan. Mau cari makanan lain pun rasanya sulit, sudah kebiasaan sih.

“Membuat orang mengurangi mi instan sama kayak nyuruh orang berhenti merokok ya. Susah. Kalau dia memang senangnya makan mi instan ya sudah jadi pola makan,” spesialis gizi klinik dari RS Siloam, dr Marya Haryono, SpGK, saat dijumpai di daerah Kebon Jeruk, Jakarta Barat, Senin (28/1/2019).

Ada 8 dari 10 Anak Usia Sekolah Indonesia Kekurangan DHA dan Omega 3

KOMPAS.com – Sebuah penelitian yang dihimpun dalam British Journal of Nutrition memaparkan bahwa konsumsi asam lemak esensial (Esential Fatty Acids) anak Indonesia usia 4 sampai 12 tahun masih kurang dari standar World Health Organization (WHO).

Seorang peneliti sekaligus dosen teknologi pangan Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor (IPB) Ahmad Sulaeman yang juga terlibat dalam penelitian tersebut mengatakan,  8 dari 10 anak Indonesia kekurangan asam lemak esensial.

Asam lemak esensial seperti Omega 3 dan Omega 6 memang menjadi nutrisi yang krusial untuk pertumbuhan dan perkembangan fungsi otak anak. Selain itu, nutrsi tersebut bermanfaat dalam formasi membran sel otak dan memproduksi hormon yang berguna untuk respon imun, serta mengatur tekanan darah.

Stunting Bukan Genetik, Lalu?

TEMPO.COJakarta – Stunting atau gagal tumbuh akibat kekurangan nutrisi menimbulkan banyak dampak negatif. Selain tinggi tubuh yang tidak mencapai ukuran standar, kondisi ini juga bisa mengganggu perkembangan otak. Apakah kondisi ini merupakan faktor keturunan?

Dokter spesialis anak, nutrisi dan penyakit metabolik dari RSCM, Dr. dr. Damayanti Rusli Sjarif, SpA(K), mengatakan bahwa stunting bukan genetik, melainkan karena lingkungan. Kalaupun ada yang mengatakan itu diturunkan dari keluarga, yang diturunkan adalah cara makannya. “Kalau faktor lingkungan diperbaiki bisa membaik,” ujar dia.

Hanya saja, jika seorang anak sudah mengalami stunting, perbaikan nutrisi tak akan bisa memperbaiki IQ-nya seperti anak normal. 

Dampak Covid